Jumat, 29 Juni 2012

Sejarah Perkembangan Teori Oksidasi Reduksi


SEJARAH
PERKEMBANGAN TEORI OKSIDASI REDUKSI
Manusia pada zaman purba telah lama mengenal api sebagai “dewa” yang memegang peranan penting dalam berbagai proses kimia. Sifat api yang panas dan bercahaya membuat para ilmuwan kimia tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang keberadaan dan kegunaan api. Mereka kemudian melakukan berbagai eksperimen tentang api, mereka mencoba membakar semua benda yang ada di sekitar mereka,dari mulai jenis batuan hingga logam.
Semenjak abad ke-2 para ilmuwan satu persatu telah berhasil mempelajari dan memahami keberadaan api dengan melahirkan teori-teori tentang proses pembakaran. Masing-masing dari mereka mempunyai pandangan yang berbeda tentang proses pembakaran. Seperti halnya Philo,seorang penulis asal Yunani yang telah mengamati proses pembakaran pada lilin menyala yang berada di dalam labu. Dari percobaanya Philo mengemukakan bahwa sebagian udara dalam labu tersebut diubah menjadi unsur api, sehingga dapat melepaskan diri dari labu melalui pori-pori kaca. Eksperimen tentang proses pembakaran berlanjut hingga abad ke-16, seorang ahli Fisika berkebangsaan Inggris, Robert Hooke mengemukakan teorinya pada tahun 1667 bahwa udaralah yang menyebabkan terjadinya pembakaran, sedangkan api atau nyala lilin hanyalah akibat adanya panas yang tinggi. Sementara itu masih pada tahun 1667, proses pembakaran juga telah menarik perhatian seorang dokter berkebangsaan Jerman yang juga sebagai ahli kimia dan ahli ekonomi, Johann Joachim Becher. Dalam bukunya yang berjudul “Physica Subterania” ia mencoba membuat hubungan antara fisika dan kimia, serta ia mengemukakan pendapatnya bahwa benda-benda itu terdiri atas udara,air dan mineral, dimana mineral ini terdiri dari tiga konstituen, yaitu terra pinguis, terra mercurialis dan terra lapida. Terra pinguis adalah bagian yang mudah terbakar, sehingga dalam proses pembakaran, apabila suatu logam dibakar maka terra pinguis ini akan hilang dan tinggalah terra mercurialis dan terra lapida. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembakaran adalah proses penguraian yang dapat membuat bagian yang mudah terbakar akan hilang.
Pada tahun 1731 pendapat J.J. Becher ini kemudian dikembangkan oleh Georg Ernest Stahl seorang Dokter berkebangsaan Jerman yang mulai tertarik untuk memahami tentang teori pembakaran yang telah di kemukakan oleh Becher. Stahl menerima pendapat Becher tentang terra pinguis pada suatu benda, hanya saja untuk menjelaskan teorinya ia memakai istilah flogiston. Kata flogiston berasal dari bahasa Yunani yaitu “phlox” yang berarti nyala api. Apabila ada suatu benda terbakar , maka flogiston akan keluar dari benda tersebut dan diberikan pada udara sekitarnya, sedangkan bagian yang tersisa setelah terbakar merupakan bentuk asli materi tersebut. Menurut Stahl semua benda pada hakikatnya memiliki flogiston, hanya saja ada yang jumlahnya banyak dan ada yang sedikit. Apabila suatu benda benda terbakar secara hebat dan meninggalkan sedikit residu (misalnya kayu bakar), dianggap memiliki kadar flogiston yang sangat tinggi, sedangkan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar dan berkorosi (misalnya besi ) mengandung sedikit flogiston. Tidak hanya itu, Stahl juga mengemukakan bahwa flogiston hanya dapat keluar apabila ada medium yang menerimanya, misalnya udara. Pendapat Stahl tentang pembakaran ini menarik perhatian para ahli kimia dan mereka memakainya untul menerangkan hal-hal yang belum jelas seperti Teori Oksidasi Reduksi (Redoks).
 Apabila kita mendengar kata Oksidasi tentu sangan erat kaitanya dengan oksigen. Salah satu proses oksidasi yang terkenal sejak zaman purba adalah proses pembakaran suatu zat. Meskipun telah lama dikenal namun upaya untuk memahaminya baru pada akhir abad ke-17 oleh Becher dan Stahl dengan teori Flogistonnya. Sementara itu sekitar abad ke-18 dengan adanya penemuan Hidrogen oleh Henry Cavendish dan penemuan Oksigen oleh Joseph Priestley, ternyata mampu meruntuhkan teori Flogiston. Keadaan ini diperkuat oleh Antoine Laurent Lavoisier pada akhir abad ke-18 yang membuktikan bahwa pada proses pembakaran sebenarnya yang terjadi bukan hilangnya flogiston tetapi bergabungnya oksigen dari udara dengan benda yang terbakar. Teori Lavoisier ini dapat diterima oleh para ahli kimia karena melibatkan oksigen, maka proses pembakaran yang melibatkan oksigen ini dinamakan proses Oksidasi.
Setelah ditemukannya elektron dan konsep mengenai struktur atom, akhirnya teori Lavoisier ini mengalami perkembangan, sehingga secara otomatis konsep tentang teori Oksidasi pun mengalami perubahan. Dalam hal ini, elektron ikut berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi, atom yang menyumbangkan elektron akan dioksidasi dan atom yang menerima elektron akan direduksi. Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembar kertas, jadi tidak mungkin oksidasi atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya. Bila zat menerima elektron, maka harus ada yang mendonorkan elektron tersebut. Dalam oksidasi-reduksi, senyawa yang menerima elektron dari lawannya disebut oksidan (bahan pengoksidasi) sebab lawannya akan teroksidasi. Lawan oksidan, yang mendonorkan elektron pada oksidan, disebut dengan reduktan (bahan pereduksi), oleh karena itu lawan dari proses Oksidasi disebut proses Reduksi. Pada dasarnya teori oksidasi reduksi ini memiliki kemiripan dengan teori flogiston. Pada teori flogiston oksidasi adalah hilangnya flogiston, sedangkan pada teori elektron oksidasi ialah keluarnya elektron.
Teori Redoks akhirnya berkembang dengan adanya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi). Bilangan oksidasi menunjukan kelebihan atau kekurangan elektronnya, artinya bilangan oksidasi adalah muatan bersih atom atau yang diperkirakan jika ikatanya sepenuhnya ion. Dalam konsep oksidasi-reduksi dapat dikatakan sebagai reaksi reduksi apabila ia selalu mengurangi bilangan oksidasi, begitupun dikatakan sebagai reaksi oksidasi apabila mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Dalam menentukan bilangan oksidasi, kita menganggap seolah-olah elektron-elektron dipindahkan sepenuhnya dari satu atom ke atom lain. Meskipun pada kenyataanya elektron tersebut hanya dibagi secara tidak merata.


Daftar Pustaka

Gonick,L. dan Criddle, C. (2006). Kartun Kimia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/127367/combustion/285206/History-of-the-study-of-combustion
Poedjiadi,A. dan Soemodimedjo,P. (2001).Kimia dari Zaman ke Zaman. Bandung: Penerbit Yayasan Cendrawasih
Takeuchi, Y. ( 2008 ). Konsep Oksidasi Reduksi . [online]. Tersedia : http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/oksidasi_dan_reduksi1/konsep-oksidasi-reduksi/


Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Posting Komentar